Kata-kata dari bahasa Minangkabau di KBI dan KBBI--2

Dulu saya pernah membuat daftar singkat kata-kata yang berasal dari bahasa Minangkabau yang terdapat di KBBI, namun mungkin sudah dilupakan dipakai ke dalam bahasa Indonesia. Bahkan mungkin sekali tidak terpakai lagi di dalam bahasa Minangkabau sendiri karena dominasi bahasa Indonesia (baca: sinonim lain yang lebih banyak digunakan oleh penutur bahasa Indonesia untuk kata-kata yang berpadan dengan kata-kata dari bahasa Minangkabau tersebut).


Kali ini, walau masih sedikit, saya memiliki daftar kata-kata tambahan dari bahasa Minangkabau yang ada di KBBI, namun jarang terpakai--dan ketika ada penulis yang memakai mereka di dalam tulisannya, buru-buru sebagian mengganggap bahwa itu kata baru, padahal tidak ada kata baru sepanjang telah ada di dalam kamus.


Daftar ini tidak secara alfabetis, sebarang-suka saja, berdampingan dengan ejaan di dalam bahasa Minangkabau.


empap--1:  empap v, mengempap v (1) menindih atau menekan dng barang berat; memukul dsb dng barang yg lebar dan pipih (spt telapak tangan); mengempapkan v (1) menjatuhkan atau menimpakan barang berat kpd sesuatu; (2) memukulkan dsb (barang yg lebar dan pipih); terempap v terjatuh dng perut dan dada ke tanah; jatuh terhempas (tengkurap)


empap--2: v (1) banting; lempar; empas; (2) berjudi dng melemparkan uang ke atas; pergi --, pulang eban, pb pulang pokok (tidak beruntung dan tidak merugi); mengempapkan v mengempaskan; terempap v jatuh terempas (tengkurap)


Kata empap ini memiliki padanan di dalam bahasa Minangkabau, yaitu ampok. Kata empap sangat mungkin berasal dari bahasa Minangkabau karena (sebagian) kata-kata yang diturunkan dari kata ampok sama dengan yang diturunkan dari kata empap di atas.


Dari lema pertama, perbuatan ma(h)ampok adalah perbuatan melempar sesuatu atau seseorang dengan benda yang cukup besar. Misalnya, ketika anda melempar kucing dengan batu atau sesuatu yang lebih besar daripada kerikil, anda bisa mengatakan bahwa anda telah mengampok binatang tersebut. Sedangkan dari lema kedua, seseorang atau sekelompok orang yang berjudi secara umum dikatakan tukang ampok yang sedang maampok.


Saya berpendapat bahwa empap bisa tidak dipisah menjadi dua lema. Orang yang mengempap atau berjudi sepengetahuan saya membanting uangnya ke tanah atau ke meja judi untuk menegaskan taruhannya. Jadi, makna empap pada lema kedua, terutama yang berhubungan dengan judi, berasal dari makna lema pertama--atau sangat mungkin yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu makna dari lema pertama berasal dari makna empap di lema kedua. Sayangnya saya tidak bisa mengira mengapa di lema kedua makna empap justru "berjudi dengan melempar uang ke atas" karena selain dia, makna empap berhubungan dengan perbuatan yang berhubungan dengan arah ke bawah, bukan ke atas.


selang v pinjam; berselang-tenggang v pinjam-meminjam; tolong-menolong; menyelang v meminjam: ia ~ uang kpd tetangganya; menyelangi v meminjami: dia sering ~ teman-temannya buku; menyelangkan v meminjamkan: koperasi itu ~ uang kpd para anggotanya.


Di dalam bahasa Minangkabau, kata pinjam berpadan dengan kata salang. Manyalang artinya adalah meminjam. Kata ini masih lazim dipakai oleh penutur bahasa Minangkabau, walau mungkin sedikit tergeser oleh kata pinjam.


kejai--1: (1) pohon yang getahnya banyak dan mempunyai daya rekat yang kuat (pohon karet dsb); (2) karet; ~ berlapis ki sangat kikir.


Ketika tidak sengaja menemukan lema ini di KBBI (di KBI tidak ada) saya tersenyum hingga tertawa. Kata ini mengingatkan saya dengan permainan kejai di masa kecil. Di dalam bahasa Indonesia mungkin lebih dikenal dengan karet gelang. Memang, kalau dipikir-pikir, kejai atau kajai di dalam bahasa Minangkabau lebih dipahami sebagai karet gelang yang dipakai untuk mengikat sesuatu dan oleh anak-anak dijadikan permainan. Di KBBI ada lema kajai yang diartikan sebagai karet gelang, sedangkan di KBI tidak ada lema ini. Mungkin karena ada pemahaman bahwa kajai dan kejai adalah kata yang sama.


celik: v (1) terbuka (tt mata); (2) ki melihat; tidak buta; (3) ki mengetahui; insaf; mencelikkan v (1) membuka (mata); (2) ki menjadikan melihat; (3) ki membukakan (menyadarkan, menginsafkan).


Kata ini tadi malam saya lihat dari status teman di FB. Cukup terkesima juga karena di dalam bahasa Minangkabau kata ini berpadan dengan caliak. Turunan (mungkin) dari kata celik atau caliak adalah celek. Celek artinya adalah tentang orang yang matanya buta sebelah. Mungkin saja saya keliru, tapi seingat saya celek di lidah orang Minangkabau tidak hanya buta sebelah, namun buta kedua mata.


licak: a linyak (karena terinjak, terjepit); penyek; pipih.


Di dalam bahasa Minangkabau, kata ini dieja sama. Linyak sendiri pernah saya tulis di tautan di atas tadi.


kakap--5: v pegang ; mengakap memegang; mengerjakan (sawah dsb) 


Di dalam bahasa Minangkabau dikenal kata kakok. Mangakok artinya memegang sesuatu. Berbeda dengan mamacik (tidak saya temukan di KBI atau KBBI serapan ke bahasa Indonesia-nya tapi tersua di artikel Ndorokakung) yang bisa dipadankan dengan memegang atau menggenggam sesuatu dengan tangan, mengakap kadang-kadang bisa hanya menyentuh sesuatu, tanpa menggenggamnya. Dulu ada gurauan antara kami, lebih merupakan ejekan pada bahasa Indonesia yang digunakan oleh polisi ketika menggerebek perjudian, "semua yang mengempap akan ditangkap, uang jangan dikakap" (sekarang saya tahu kalimat itu berterima!). Kata "dikakap" di sini bisa diartikan disentuh. Artinya, jangankan untuk boleh memegangnya (dengan tangan) menyentuhnya dengan tangan pun, para pengempap itu dilarang.


Selain itu, seperti makna di kamus, mengekap atau mangakok lebih sering berhubungan dengan mengerjakan sesuatu. Makna mengekap pekerjaan berhubungan dengan keterlibatan. Seperti makna larangan mengekap uang empap di atas yang menggambarkan persentuhan saja (seperti, "Jangan kamu kekap pekerjaan ibu di dapur, nanti bisa tumpah semuanya" atau "Jangan kamu kekap panci itu dengan tangan, masih panas"), mengekap juga bisa menggambarkan hubungan yang lebih dalam antara seseorang dengan pekerjaan yang jalani (seperti, "Sudah saya coba mengekap sawah, namun tetap rugi"), tidak hanya persentuhan saja.


kicuh atau kicun (1) tipu.


Tidak sulit mencari padanan kata ini di dalam bahasa Indonesia yang berakar sama dengan kicu atau kicuh, yaitu kecoh. Di dalam bahasa Minangkabau ada yang mengeja sebagai kicuh, ada yang sebagai kicuah.


kudung: a terpotong atau terpenggal pd ujungnya; bagai si -- beroleh cincin, pb beroleh keuntungan, tetapi tidak dapat dirasainya; mengudung(kan) v memotong pd ujungnya; mengerat (tangan, jari, dsb): ~ tangan pencuri; dokter terpaksa ~ tangan yg terserang kanker; sekudung adv sepotong; sepenggal; sekerat;
~ limbat, ~ lintah, pb tidak tetap pendiriannya


Kata potong mungkin lebih banyak menggantikan kata kudung atau kuduang dalam bahasa Minangkabau. Berbeda dengan pekerjaan memotong yang bisa pada bagian mana saja dari sesuatu dan lebih generik, maka mengudung hanya memotong pada bagian ujung dari sesuatu. Peribahasa yang dicontohkan di atas bisa menuntun kita membayangkan bahwa si kudung masih hidup ketika memperoleh cincin dan bagian mana dari tubuhnya yang terkudung. Bandingkan jika kita menggunakan kata potong atau penggal (masih hidupkah dia jika sudah terpotong(-potong) atau dipenggal?).


Melihat dari makna kata ini, maka hukuman Islam bagi pencuri bukanlah potong tangan, namun kudung tangan.


kujut: v ikat; kebat; berkujut v (1) menggantung diri dng mengikat (mencekik) leher dng tali: dia mati
krn ~; (2) terikat; terikat krn salah: pilihlah, engkau mau ~ masuk bui atau mengeluarkan uang enam ribu rupiah; (3) tersangkut; terlibat (dl perkara): semuanya ~ dl perkara itu; mengujut v mengikat (mencekik) leher dng tali: krn putus asa, ia ~ dirinya; terkujut v terikat; terkebat; pengujut n tali untuk mengikat; pengikat


Ketika kecil, saya dan adik saya sering bermain batman-batmanan atau superman-supermanan dengan mengikatkan kain sarung di leher seperti anak saya di sini dan di sini. Kalau sudah bermain itu, ibu kami akan berteriak memperingatkan bahwa permainan kami bisa berisiko membuat kami terkujut atau takujuik.


kebat: ark v ikat; -- pinggang: ikat pinggang; mengebat mengikat; membalut; ~ erat-erat, membuhul mati-mati, pb membuat aturan (perjanjian) dng sempurna; mengebatkan v mengikatkan; membalutkan; menambatkan; terkebat v (1) terikat(kan); terbalut; (2) ki terlibat (dl perkara); pengebat n pengikat sekebat adv satu ikatan; ~bagai sirih, pb sepakat dl perkumpulan (rapat).


Mengharukan juga jika kata kebat dipandang sudah arkais, kuno, sudah tidak dipakai lagi. Padahal di dalam bahasa Minangkabau, kata ini masih dipakai, yaitu kabek. Perempuan berambut panjang suka mengebat rambutnya. Bukannya menambatkan kambing yang harus menggunakan pancang, saya biasa mengebat kambing pada pohon. Ketika saya tidak bisa meninggalkan sebuah pekerjaan untuk mengerjakan pekerjaan lain, saya melakukannya karena saya terkebat dengan pekerjaan pertama--kadang-kadang bisa bermakna negatif dan berhubungan dengan ketidakpuasan dengan pekerjaan yang pertama. Bukannya sabuk atau ikat pinggang, orang Minangkabau menyebutnya kebat pinggang.



kudian: a (1) kemudian; kelak; (2) terakhir; belakangan: yg datang -- tidak mendapat tempat duduk; mengudian v (1) berjalan di belakang; tinggal di belakang: dia lebih suka ~ dp berjalan bersama-sama dng kami; (2) ke belakang; mengudiankan v (1) menaruh atau menempatkan di belakang; membelakangkan;
mengemudiankan; (2) menunda (dng mengutamakan melaksanakan yg lain); menangguhkan; terkudian v terbelakang; terkemudian.


Kata ini dieja sama di dalam bahasa Minangkabau. Sepertinya lebih cocok menggunakan kata kudian daripada kata kemudian pada kalimat, "Saya lebih suka datang kemudian", yang terasa masih menggantung dan mungkin muncul pertanyaan, "kemudian mengapa?" karena mendengar kata "kemudian" orang masih mungkin menunggu lanjutan seperti "...kemudian langsung duduk" atau "...kemudian pergi lagi".






Sleman, 25 Juni 2010

By Rahmat Febrianto On Friday, June 25, 2010 At 9:18 AM

Balado

Sekadar cerita, saya "takjub" dengan kata balado ini pertama kali sekitar tahun 2003/2004. Saat itu ada satu spanduk yang membentang di atas jalan di daerah Condong Catur. Isi spanduk itu adalah menu yang ditawarkan oleh sebuah tempat makan baru. Salah satu andalannya adalah "balado belut".

Balado belut?  

Ketika itu saya mengira bahwa si pembuat spanduk tidak paham dengan kata balado itu. Namun, lama-kelamaan, bahkan hingga sekarang saya menemukan nama-nama makanan seperti berikut.

Balado ceriping, 
Balado telo, 
Balado kentang,
Balado teri,
Balado telur, 
Balado dendeng.

Nah, bagi yang pernah ke Sumatera Barat (tidak hanya ke Padang, bagi yang tahu bedanya--dan seharusnya tahu beda antara Sumatera Barat dengan Padang) menu makanan yang terakhir ini pasti akan terdengar aneh. Di sana hanya ada dendeng balado, tidak balado dendeng

Balado berasal dari bahasa Minang yang padanannya di dalam bahasa Indonesia adalah "berlada". Lado di dalam bahasa Minang atau lada di dalam bahasa Indonesia adalah cabai atau lombok (def. 2 di KBI dan KBBI 1989). Sehingga balado adalah sesuatu yang dilekati lado atau berlada adalah sesuatu yang dilekati lada atau cabai. Oleh karena itu, jika taat asas, maka yang benar adalah belut balado, ceriping balado, telo balado, kentang balado, teri balado, dan dendeng balado

Masakan yang balado dimasak dengan cara digoreng. Lalu cabai yang telah digiling bersama dengan bawang merah dan putih dan garam digoreng sambil ditambahi air jeruk. Setelah gilingan cabai itu masak, baru disusul memasukkan ayam, belut, atau kentang yang telah digoreng. Oleh orang Minang ayam atau makanan lain yang disatukan dengan cabai yang digoreng itu kemudian diaduk agar semuanya terendam oleh cabai. Biasanya lado atau cabai dan makanan itu, ayam atau dendeng, atau apapun itu, terus digoreng bersama selama beberapa menit agar rasa cabai menyerap ke dalam makanan sebelum dihidang. Ketika dihidangkan dengan balutan cabai itulah kemudian disebut dengan ayam balado, dendeng balado, teri balado, dll. 


Saya tidak tahu siapa yang salah sehingga bisa terbalik demikian, seakan-akan balado adalah salah satu dari cara memasak makanan, sama seperti menggulai sehingga dikenal gulai kentang, gulai tahu, gulai ayam, dll. 

Siang tadi, sambil menunggu guru saya di taman di depan ruangannya, tanpa sengaja saya mendengar seseorang menanyakan jenis keripik apa saja yang ingin ia kirimkan dari Jogja. Katanya, "Eh, kamu mau yang balado juga? Balado itu yang warnanya oranye, kan?"

Jelas, bukan, bahwa orang di luar Sumatera Barat tidak tahu bahwa balado itu adalah berlada atau bercabai. Kalau orang yang saya kupingi itu tahu apa yang dimaksud dengan balado, maka ia tidak perlu lagi menanyakan warna lado yang jelas merah, bukan oranye. 

Jadi, siapa yang membawa kekeliruan itu ke pulau Jawa?




Sleman, 1 Juni 2010
(Sambil membayangkan dendeng basah dan kentang goreng balado yang telah lama tidak merayapi usus.)
By Rahmat Febrianto On Tuesday, June 1, 2010 At 9:45 PM