Non- vs. nir-

non-,
a prefix meaning “not,” freely used as an English formative, usually with a simple negative force as implying mere negation or absence of something (rather than the opposite or reverse of it, as often expressed by un-)

un-1,
a prefix meaning “not,” freely used as an English formative, giving negative or opposite force in adjectives and their derivative adverbs and nouns (unfair; unfairly; unfairness; unfelt; unseen; unfitting; unformed; unheard-of; un-get-at-able), and less freely used in certain other nouns (unrest; unemployment)

Di dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar organisasi nir-laba sebagai padanan bagi non-profit organization.

Apakah terjemahan untuk kata itu tepat? Sebagian orang pengguna bahasa Inggris lebih suka menyebutnya not-for-profit organization. Jika kata itu kita terjemahkan secara bebas, artinya di dalam bahasa Indonesia adalah: "organisasi yang tidak untuk (mencari) laba".

Kata "non" seperti saya kutip di kamus Webster di atas berarti adalah kata yang menunjukkan bahwa kata yang setelahnya yang jika digabungkan dengan "non" akan bermakna bahwa kondisi yang disebutkan tersebut tidak ada. Jika non-profit, maka organisasi tersebut tidak memiliki laba, non-alcohol berarti tidak ada kandungan alkohol.

Apakah tepat jika kita menerjemahkan "non-" menjadi "nir-"? "Nir-" di dalam KBBI artinya adalah "tidak" dan sepadan dengan kata "tan-". Kata "tan-" sendiri juga berarti "tidak". Kata "tidak" sendiri, saya nukil dari KBBI adalah:

adv. partikel untuk menyatakan pengingkaran, penolakan, penyangkalan, dsb; tak; tiada: tempat kerjanya --jauh dari rumahnya; apa yang dikatakannya itu -- benar....

Jika kita telaah, maka makna dari kata "tidak" dari penjelasan dan contoh di KBBI sangat mungkin lebih tepat sebagai terjemahan kata "un-" dan varian-variannya yang lain seperti "ir-", "im-", "il-", dan "in-" karena sama-sama menunjukkan lawan dari kondisi yang dijelaskan: "tidak jauh" berarti "dekat", "tidak benar" berarti "salah". Sedangkan kata "non-" bukanlah kata yang bermakna lawan dari kondisi, namun adalah kata yang kalau diimbuhkan di depan sebagai prefiks, maka gabungan mereka menjadi "suatu kondisi yang menunjukkan negasi atau ketiadaan dari kondisi jika 'non-' tidak ada"--jadi bukan lawan dari kondisi, hanya bahwa kondisi itu tidak ada. Artinya, non-profit organization bukanlah sebuah organisasi yang (selalu) merugi, namun mereka tidak memiliki laba. Makna merugi dengan makna tidak memiliki laba sama sekali berbeda, bukan? Tidak memiliki laba berarti ia hanya berkeinginan untuk menutupi biaya-biaya, bukan ingin merugi.

Jadi, nir-laba bukanlah padanan yang sesuai bagi non-profit. Kata "nir-" atau "tan-" adalah terjemahan yang sesuai bagi kata "un-" dan derivasinya: "il-", "ir-", "im-", dan "in-".
Contoh:

inappropriate = nir-pantas, tan-pantas, tak-pantas;
unbalanced = nir-imbang, tan-imbang, tak-imbang;
irregular = nir-regular, tan-regular, tak-regular.

Bagaimana dengan "non-"? Saya belum menemukan kata yang cocok dengan "non-". Kata "tanpa" sendiri bukan kandidat yang tepat karena "tanpa" adalah "tidak dengan" atau "tidak ber-" yang masih menunjukkan makna yang negatif atau berlawanan dengan kata yang setelahnya jika mereka digabungkan. Langkah yang paling aman agar tetap taat-makna adalah dengan menyerap kata "non-" ke dalam bahasa Indonesia. Sehingga, "non-profit" menjadi "non-laba" alih-alih "nir-laba".

Perlu hati-hati, KBBI, setidaknya edisi tahun 1989, keliru menganggap bahwa kata "non-" memiliki makna yang sama dengan kata "tidak", yang padahal bukan.


Sleman, Maret 2009
By Rahmat Febrianto On Friday, March 20, 2009 At 9:27 AM

Lelah, letih, capek

Sepintas ketiga kata itu memiliki arti yang sama. KKBI pun tidak mendefinisikan mereka dengan dengan definisi yang jauh berbeda. Hanya saja "letih" yang menunjukkan kondisi kepayahan yang lebih tinggi dibandingkan dua kondisi fisik yang lain.


Penggunaan ketiga kata itu di dalam kalimat tidak akan membuat makna kalimat itu akan berbeda jika digunakan kata yang berbeda. Contohnya adalah kalimat berikut:


Ismail kelelahan setelah bekerja sehari penuh, atau
Ismail keletihan setelah bekerja sehari penuh, dan
Ismail kecapekan setelah bekerja sehari penuh.


Walaupun ketiga kata itu tidak berbeda, tapi saya menemukan pola penggunaan kata itu yang spesifik daerah. Kata "lelah" lebih banyak digunakan oleh orang Lombok, kata "letih" lebih banyak digunakan oleh orang Minang, sedangkan kata "capek" lebih banyak digunakan orang Betawi (Jakarta) dan orang yang tinggal di Jawa.


Jadi kalau ada orang bercerita bahwa,


"Saya sampai lelah tertawa mendengar ceritanya", maka bisa diduga ia adalah orang Lombok;
"Saya sampai letih tertawa mendengar ceritanya", maka bisa diduga ia adalah orang Minang;
"Saya sampai capek tertawa mendengar ceritanya", maka bisa diduga ia adalah orang Betawi.


Sleman, Maret 2009
By Rahmat Febrianto On Tuesday, March 3, 2009 At 11:17 PM